Rabu, 20 Juni 2012

Tugas Resume Teori Administrasi Negara


ADMINISTRASI NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK:
MEWUJUDKAN KEADILAN SOSIAL MELALUI: PROSES DELIBERATIF

Pergulatan untuk mewujudkan keadilan terus berlangsung sejak zaman Plato dan Aristoteles sejak berabad-abad lalu hingga saat ini. Demikian pula bagi bangsa Indonesia, keadilan sosial merupakan salah satu cita-cita yang ingin diwujudkan. Dalam sejarah konstitusi Indonesia, tiga konstitusi pernah berlaku di Indonesia dan ketiganya sangat diwarnai oelh cita-cita terciptanya masyarakat Indonesia yang berkeadilan sosial (Rasuanto, 2005). Melalui pelaksanaan keadilan sosial diharapkan bangsa Indonesia mampu menjadi bangsa yang egaliter, mengakui perbedaan, mengakui persamaan hak, penuh kasih, dan fairness.

Keadilan
Rawls berpendapat bahwa konsepsi keadilan haruslah berperan menyediakan cara bagi institusi institusi sosial utama,termasuk negara,untuk mendistribusikan hak hak fundamental dan kewajiban,serta menentukan pembagian hasil dari kerjasama sosial. Suatu masyarakat tertata dengan benar apabila tidak hanya dirancang untuk memajukan nilai nilai yang baik bagi warganya, melainkan apabila di kendalikan secara efektif oleh konsepsi publik mengenai keadilan.
Keadilan sosial dalam pandangan Habermas merupakan hasil konsensus rasional yang diperoleh dari proses diskursus,yaitu bagaimana mencapai persetujuan mengenai apa yang di anggap adil. Dalam konsep diskursus ini, keadilan bukan hanya milik pemerintah atau penguasa,tetapi juga milik masyarakat. Oleh karenanya dalam merumuskan dan mewujudkan keadilan sosial,masyarakat harus dilibatkan.
Berdasarkan konsep Rawls dan Habermas ini maka keadilan sosial akan tercapai apabila berbagai perbedaan yang ada dalam masyarakat dapat dikomunikasikan dan dikelola demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat,kususnya masyarakat minoritas dan kurang beruntung. Namun demikian,perlu disadari bahwa untuk mewujudkan keadilan sosial sangat tergantung pada struktur proses proses ekonomi,politis,sosial,budaya,dan ideologis dalam masyarakat.
                                                                                                             
Administrasi negara dalam perspektif keadilan sosial
Ketiga paradigma administrasi negara dalam praktik administrasi negara tetaplah berlaku dan dapat bekerja secara bersamaan dalam suatu negara,tergantung pada locus dan focus administrasi negara. Pada organisasi militer dan kepolisian,sangatlah tepat apabila menggunakan paradigma OPA. Organisasi militer,kehakiman,lembaga pemasyarakatan,hukum,dan kepolisian yang sangat menjunjung tinggi aspek hirarki,ketika membuat dan melaksanakan kebijakan tentu tidak cocok bila menggunakan pendekatan NPM yang berorientasi bisnis atau NPS yang berorientasi pada citizen charter.
Bagi lembaga/departemen ekonomi,keuangan,industri,BUMN/BUMD,yang berorientasi pada bisnis tentunya akan cocok bila praktek administrasi negara dan kebijakan publiknya menggunakan pendekatan NPM. Sedangkan institusi yang berorientasi pada upaya membangun kesejahteraan sosial,penanganan bencana,lembaga riset,penyelenggaraan layanan kepada publik,seperti kesehatan,pendidikan,atau berbagai aktifitas yang berhubungan dengan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat,akan lebih cocok bila menggunakan pendekatan NPS. Demikian pula administrasi negara yang memiliki fokus pada persoalan keadilan sosial,akan lebih cocok bila menggunakan pendekatan NPS atau governance.

Kebijakan Publik dan Keadilan Sosial
Kebijakan publik adalah tindakan yang diambil oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah publik. Ketika pemerintah tidak melakukan tindakan apapun terhadap suatu masalah publik, juga dapat dikategorikan sebagai kebijakan publik. Secara teoritis kebijakan publik dapat dibagi dalam beberapa tahapan yaitu perumusan kebijakan, penetapan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, pemantauan kebijakan, dan evaluasi kebijakan.
Negel (1984) menyebutkan adanya tiga elemen penting yang dapat menentukan kualitas suatu kebijakan, yaitu: policy stakeholders, policy environment, dan public choices. Anderson (2003) melihat lima faktor yang dapat mempengaruhi proses perumusan kebijakan yaitu: (1) political culture. (2) Socio-economic condition. (3) Official policy-maker. (4) Nongovernmental participants. (5) Level of politics. Proses perumusan kebijakan publik sering dihadapkan pada persoalan heterogenity of interests, yaitu suatu konflik kepentingan di antara para pilicy stakeholder kebijakan dalam masyarakat.
Keadilan sosial adalah nilai yang harus diwujudkan dalam masyarakat yang demokratis. Bagaimana policy makers menempatkan nilai keadilan sosial ini adalah proses politik. Keterlibatan masyarakat dalam proses kebijakan publik di era demokrasi dan good governance saat ini sangatlah dibutuhkan. Demokrasi yang melandasi kehidupan politik modern mengaharuskan setiap pengambilan keputusan didiskusikan dengan masyarakat.
Melalui partisipasi masyarakat, selanjutnya akan diperoleh kebijakan publik yang sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat (deLeon, 1997; Macedo, 2005; Schachter,2007).
Cara terbaik dalam menyerap informasi dan aspirasi masyarakat sebagai bentuk partisipasi masyarakat antara lain melalui: (a) Strategi “jemput bola”, (b) Membaca berbagai surat pembaca atau “SMS” warga yang tersedia di media masa, (c) Selalu berhubungan dengan lembaga-lembaga studi, LSM, atau perguruan tinggi untuk menemukan isu publik yang hangat (d) mengubah sikap mental elit dalam pembuatan kebijakan. Ketika policy makers tidak tepat dalam mendefinisikan masalah, bisa jadi kebijakan publik yang dihasilkan juga tidak tepat.

Kebijakan Publik Deliberatif untuk Mewujudkan Keadilan Sosial
Salah satu tantangan terbesar demokrasi saat ini adalan bagaimana menjamin penghormatan terhadap hak-hak warganegara dan mengakomodasi keanekaragaman yang ada dalam masyarakat (Delanty, 2002). Proses deliberatif dapat dipandang sebagai upaya membangun masa depan kebijakan publik yang demokratis (Barber 1984; Gastil, 1993; Fung&Wright 2003). Demokrasi deliberatif dapat dipandang sebagai upaya membangun kembali kepercayaan publik melalui ketersediaan ruang untuk perdebatan, di mana para pemangku kepentingan dapat mempertanyakan akuntabilitas pemerintah dan memberikan advokasi dalam pembuatan kebijakan publik (Newell&Wheele, 2006).
Menurut teori diskursus, Habermas (1984) mengembangkan pendekatan demokrasi deliberatif, untuk meningkatkan kualitas partisipasi warga negara dalam pembuatan kebijakan publik. Kondisi komunikatif yang memungkinkan terbukanya ruang publik untuk diskusi rasional diharapkan terwujud guna membuka diskursus terkait persoalan publik dalam proses kebijakan yang demokratis.

Selasa, 19 Juni 2012

Tugas Resume Mata Kuliah Administrasi Perkantoran dan Perbekalan

Nama : Defian S. Simbolon
NIM   : F1B010103

BAB VI
ADMINISTRASI LOGISTIK

Ada enam langkah utama proses administrasi logistik, yaitu:
1.      Perencanaan kebutuhan
2.      Pengadaan logistik
3.      Penyimpanan
4.      Distribusi
5.      Penggunaan, dan
6.      Penghapusan

Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan merupakan kegiatan pengambilan keputusan sekarang mengenai hal yang akan dilakukan di masa depan. Dalam perencanaan kebutuhan logistik, logistik yang dibutuhkan harus menjamin bahwa penyelenggaraan semua jenis fungsi organisasi maupun fungsi penunjang berlangsung dengan lancar, efisien, dan efektif. Untuk penyusunan perencanaan logistik yang baik perlu diperhatikan enam pertanyaan yang harus terjawab tuntas, yaitu apa, dimana, bilamana, bagaimana, siapa, dan mengapa.

Pengadaan Logistik
Pengadaan logistik dapat ditempuh dengan berbagai cara seperti membuat sendiri, menyewa, sewa-beli, meminjam, dan membeli. Semua cara tersebut tujuannya sama yaitu agar logistik yang diperlukan tersedia dalam jumlah, jenis, dan mutu yang sesuai dengan harga dan kebutuhan organisasi pembeli.

Penyimpanan
Langkah pengadaan biasanya diikuti dengam penyimpanan karena sarana kerja yang telah diadakan mungkin saja tidak langsung digunakan. Sasaran dari kegiatan penyimpanan adalah :
1.      Adanya klasifikasi yang jelas bagi setiap peralatan dan barang baik yang sifatnya habis sekali pakai (non durable goods) atau dapat digunakan berulang kali (durable goods).
2.      Tersedianya tempat penyimpanan yang memenuhi persyaratan seperti terjaminnya keamanan barang yang disimpan, terlindung dari kerusakan, penyimpanan memudahkan pengambilan, dan pengendalian stok yang handal.

Distribusi
Barang yang disimpan pasti akan dikeluarkan guna didistribusikan dan digunakan oleh berbagai satuan dalam organisasi. Untuk itu diperlukan sistem distribusi yang cepat, efisien, dan aman. Karena itu dibutuhkan kerjasama yang bagus antara satuan kerja pengguna alat/barang tertentu dengan petugas penyimpanan.  Kerjasama tersebut dapat terbina apabila:
1.      Pengguna alat/barang menyampaikan kebutuhannya dengan jelas.
2.      Terdapat kecekatan petugas gudang dalam memproses permintaan pengguna alat/barang.
3.      Ada sistem distribusi yang tidak berbelit-belit dan mekanisme yang telah ditetapkan ditaati oleh semua pihak.

Penggunaan
Dalam penggunaan logistik, prinsip efisiensi dan efektivitas merupakan hal yang harus dipegang teguh agar tidak terjadi pemborosan dalam organisasi. Untuk itu yang perlu diperhatikan dalam penggunaan adalah sikap mental dan keterampilan menyelesaikan tugas.

Penghapusan
Semua alat/barang (kecuali tanah) semakin lama akan semakin turun nilainya dan akan mencapai titik nol, karena itu diperlukan adanya kebijakan penghapusan. Ada dua hal yang harus terdapat dalam kebijaksanaan penghapusan, yaitu: 
1.      Prosedur penghapusan alat/barang tertentu
2.      Rencana pengadaan alat/barang tertentu
Artinya bersamaan dengan adanya penghapusan, rencana untuk pengadaan alat/barang pengganti harus sudah dilakukan.


BAB VII
ADMINISTRASI PERKANTORAN

Pengertian Administrasi Dalam Arti Sempit
Kegiatan ketatausahaan yang mencakup korespondensi, kesekretariatan, penyusunan laporan, dan kearsipan merupakan pengertian administrasi dalam arti sempit. Di kalangan para ahli telah disadari bahwa pengertian administrasi yang sesungguhnya jauh lebih luas dari identifikasi tersebut. Namun sesungguhnya administrasi dalam arti sempit merupakan salah satu komponen dari administrasi dalam arti luas.

Peranan Administrasi Perkantoran
/Administrasi perkantoran merupakan fungsi penunjang yang diselenggarakan untuk mendukung penyelenggaraan fungsi utama dalam sebuah organisasi yaitu pencapaian tujuan. Keseluruhan peran administrasi perkantoran berkisar pada bagian kegiatan penunjang. Tetapi meskipun bersifat penunjang, kegiatan administrasi perkantoran tidak kalah pentingnya dengan pelaksanaan fungsi utama karena dalam administrasi perkantoran ada sistem informasi yang sangat penting bagi pengambilan keputusan dan operasional dalam organisasi.

Manajemen Perkantoran
Dalam organisasi modern yang besar biasanya terdapat satuan kerja yang tugas utamanya menyelenggarakan kegiatan pengelolaan kantor. Satuan ini dimpimpin oleh manajer yang bertanggung jawab atas lancarnya semua kegiatan perkantoran dalam organisasi. Cakupan tugasnya menyangkut prasarana fisik dan upaya pendukung kegiatan-kegiatan operasional.

Kantor Masa Depan
Kegiatan perkantoran di masa depan diperkirakan akan sangat berbeda dari kantor yang sekarang. Perbedaan tersebut seperti:
1.      Makin berkurangnya tenaga kerja yang berkarya di kantor karena makin banyak kegiatan kantor yang dilakukan mesin
2.      Adanya kantor tanpa kertas karena informasi tidak lagi diproses menggunakan kertas melainkan dengan cara lain seperti penggunaan komputer, telepon, video, atau berbagai peralatan canggih lainnya.
Bentuk kantor bisa saja berubah, tetapi esensi kantor sebagai jantung organisasi tidak akan berubah/hilang sama sekali.